DEKANDIDAT.ID – Jumlah dokter yang meninggal dunia akibat COVID-19 melonjak tajam, nyaris 7 kali lipat. Kini tak sedikit dokter yang terpapar COVID-19 membutuhkan perawatan intensif. Hal ini disampaikan Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi, SpOT.
Angka kematian dokter mulanya sudah turun di bulan Februari, jumlahnya tercatat rendah hingga Mei 2021. Namun, lonjakan kasus tiba-tiba meningkat sejak Juni. Hingga kini, total ada 458 dokter yang wafat akibat COVID-19 berdasarkan data yang dihimpun tim mitigasi PB IDI per 8 Juli 2021.
“Yang perlu menjadi perhatian memang, di bulan Februari itu sudah turun, karena peningkatannya terus terang (terjadi) di bulan Januari,” ungkapnya dalam konferensi pers Lapor COVID-19.
“Januari itu ada 25, Februari 31, Maret 16, April 8, Mei 7, langsung naik pada bulan Juni 48. Jadi hampir 7 kali lipat. Di bulan Juli sampai tanggal 9, sudah 35,” jelasnya.
Dia menyoroti peningkatan kasus rawat inap dan jumlah kematian nakes yang kemudian berdampak pada pelayanan kesehatan, meskipun banyak tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 tanpa gejala. Namun, jumlah dokter yang membutuhkan perawatan rupanya jauh lebih tinggi dibandingkan Desember hingga Januari.
“Yang menjadi perhatian kita saat ini kondisi yang terjadi banyaknya temen-temen nakes yang dirawat jauh lebih banyak daripada bulan Desember Januari,” tegas dia.
Lonjakan kasus COVID-19 pada nakes juga diingatkan dr Adib sempat terjadi di Kudus. Ada 813 nakes terpapar COVID-19, sekitar 70 di antaranya adalah dokter. Meski begitu, ada 200-an dokter yang memerlukan perawatan, sementara lainnya menjalani isolasi mandiri.
Adib menyebut, di antara kasus 86 dokter yang wafat akibat COVID-19 per tanggal 24 Juni, ada 41 persen di antaranya belum disuntik vaksin Corona.
“Jadi kalau di tanggal 24 Juni, ada 86 dokter yang meninggal, yang total vaksin lengkap itu 17 orang, kemudian yang vaksin baru satu dosis empat orang, jadi 24 persen total orang yang sudah divaksin,” sebut dr Adib.
“Dari data 86 itu, itu ada sekitar 41 persen memang belum divaksin, memang 35 persennya masih kita cari info lebih lanjut. Memang ini agak mengherankan buat kami juga, apakah memang ada hal-hal yang membuat mereka tidak bisa divaksin, apakah ada faktor komorbid atau mungkin pada saat divaksin itu sedang sakit, sehingga data yang kita dapatkan seperti itu.”