DEKANDIDAT.ID – Guru Besar IPB Prof Ing Mokoginta sangat mengapresiasi langkap Kapolri mencopot Irjen Nana Sudjana dari jabatannya sebagai Kapolda Sulawesi Utara. Dia berharap Kapolda baru akan mampu menuntaskan kasus perampasan tanah seluas 1,7 hektar milik keluarga besarnya di Kotamobagu, Manado, Sulawesi Utara yang hingga kini belum menemui titik terang.
“Sudah enam Kapolda yang menangani laporan perampasan tanah kami. Hari ini ada Kapolda baru lagi. Jangan hanya diganti, tapi tolong tuntaskan laporan perampasan tanah kami. Kami sudah melaporkan sejak empat tahun lalu, tapi sampai sekarang belum ada titik terang. Kami berharap Kapolda yang baru berani memberangus mafia tanah sampai ke beking-bekingnya,” pinta Ing Mokoginta, Selasa (2/11) pagi.
Prof Ing menduga kasus perampasan tanahnya terbengkalai lantaran salah satu satu pihak yang dilaporkan adalah istri seorang pengusaha besar di Manado. Dia berharap ketegasan Kapolri untuk memberantas mafia tanah sampai ke beking-bekingnya. Prof Ing akan membawa kasus perampasan tanah ke Mabes Polri sesegera mungkin, jika Kapolda yang baru juga tak bisa menuntaskannya.
“Pak Kapolri sudah menyatakan akan menindak beking mafia tanah. Laporan Kasus kami dengan bukti lengkap, masih belum juga ada tersangka. Jangan hanya bicara. Kami, korban perampasan tanah butuh tindakan nyata. Semoga setelah Kapolri mengganti Kapolda, kasus kami segera tuntas. Kami akan bawa kasus ke Mabes Polri, jika kasus ini masih berlarut-larut di Polda Sulut,” tandasnya.
Tanah Prof Mokoginta seluas 1,7 hektare di Kotamogabu, Manado, Sulawesi Utara, dirampas mafia tanah sejak beberapa tahun lalu. Dia mengaku telah melaporkan persoalan tersebut ke Polda Sulut. Namun setelah berganti-ganti Kapolda, persoalan tanahnya belum juga menemui titik terang.
“Kami sudah menang di pengadilan, mulai dari PTUN sampai PK (peninjauan kembali) di Mahkamah Agung. Sertifikat turunan 2567 tersebut sudah dibatalkan, tetapi tanah masih dikuasai penyerobot.” Dia menjelaskan, bukti pidana atas kasus perampasan tanah itu sangat kuat. Tidak ada jual beli, namun tanah dengan SHM No 98 terbitan tahun 1978 yang tertulis berasal dari tanah adat, tiba-tiba terbit sertifikat pada 2009 dengan nomor 2567. Dalam sertifikat 2567 tersebut tertulis berasal dari tanah negara, padahal menurutnya tidak ada tanah negara di Kotamobagu.
Mokoginta bercerita, keluarganya sudah dua kali melaporkan kasus perampasan tanah itu ke Polda Sulawesi Utara. Namun, laporan terhadap perampas tanah dan oknum BPN hingga kini belum masuk tahap penyidikan. Sementara, pengadilan mulai tingkat pertama sampai di tingkat PK Mahkamah Agung pun sudah memutuskan bahwa tanah di tersebut milik dia dan kakaknya Since Mokoginta. BPN secara institusi juga sudah membatalkan sejumlah sertifikat turunan dari sertifikat 2567 pada 2009 tersebut. Lantaran laporan tindak pidana mandek, pihak keluarga akhirnya melapor ke Propam Mabes Polri pada Agustus 2020.